Saturday, July 18, 2015

Puasa Syawal: Hukum, Keutamaan, Ikhtilaf Para Ulama Madzhab

Puasa Syawal: Hukum, Keutamaan, dan Ikhtilaf Para Ulama - Bagi orang Indonesia pasti dari kecil sudah diajarkan bahwa puasa 6 hari di bulan Syawal hukumnya sunnah. Orang-orang tua kita juga mengajarkan kepada kita bahwa yang paling utama, puasa Syawal dilaksanakan sejak tanggal 2 Syawal dan dianjurkan untuk dilaksanakan 6 hari secara berturut-turut/berkesinambungan tanpa ada jeda/terpisah. Sehingga puasa Syawal ini paling afdhol dilaksanakan dari tanggal 2 sampai 7 Syawal.

Ajaran seperti itu tentu saja tidak salah. Ajaran tersebut sangat wajar disebarkan di Indonesia mengingat mayoritas penduduk Indonesia menganut madzhab Syafi'iyyah. Dan memang demikianlah puasa sunnah 6 hari di Bulan Syawal menurut madzhab Syafi'iyyah.

Namun demikian, jika kita telusuri lebih lanjut, ternyata ulama-ulama 4 madzhab tidak satu suara tentang hukum dan tata cara pelaksanaan puasa Syawal ini. Mari kita bahas satu per satu.

DALIL YANG DIGUNAKAN MENGENAI KESUNNAHAN PUASA SYAWAL


Dalil yang digunakan untuk berhujjah mengeni kesunnahan berpuasa selama 6 hari di bulan Syawal adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shohabat Abu Ayyub Al Anshory. Menurut hadis ini, dikatakan bahwa Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barang siapa berpuasa di bulan Romadlon, kemudian mengikutinya dengan 6 hari dari bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa selama setahun (HR Muslim 2/822).
Hadis di atas menunjukkan adanya kesunnahan untuk berpuasa selama 6 hari di bulan Syawal. Dikatakan menunjukkan kesunnahan karena di dalam hadis tersebut tidak disebutkan adanya ancaman bagi yang tidak melaksanakan serta bagi yang menjalankan puasa dijanjikan pahala. Dengan demikian hadis ini merupakan anjuran yang dengan bahasa lain merupakan sunnah, bukan kewajiban karena tidak ada ancaman bagi yang meninggalkan.

KEUTAMAAN PUASA SYAWAL


Di dalam hadis yang diriwayatkan dari Imam Muslim di atas telah disebutkan bahwa keutamaan dari berpuasa selama 6 hari di bulan Syawal, setelah sebelumnya berpuasa selama satu bulan di bulan Romadlon, adalah pahalanya seperti berpuasa selama satu tahun. Hal ini juga didukung dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ad Darimi sebagai berikut:

عن ثوبان - رضي الله تعالى عنه - قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : صيام شهر رمضان بعشرة أشهر وستة أيام بعدهن بشهرين ، فذلك تمام سنة
Dari Tsauban Rodliyallohu 'anhu, beliau berkata: Nabi Shollalohu 'alaihi wasallam bersabda: Puasa satu bulan romadlon setara dengan berpuasa sepuluh bulan dan puasa 6 hari setelahnya setara dengan puasa selama dua bulan. Maka yang demikian itu adalah sempurnanya satu tahun (HR Ad Darimi 2/21 dengan sanad yang shahih).
Dari hadis tersebut ulama menjelaskan bahwa suatu kebaikan pahalanya dihitung dengan sepuluh kali lipatnya. Puasa 30 hari (satu bulan) pahalanya dikalikan 10 sama dengan 300 hari (10 bulan), dan puasa 6 hari dikalikan 10 sama dengan 60 hari (2 bulan). Jika ditotal sama dengan 360 hari (12 bulan atau 1 tahun).

Abul Hasan Al Mawardi Asy Syafi'i berkata di dalam Kitab Beliau Al Hawi Al Kabir:

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُعْطِي بِالْحَسَنَةِ عَشْرًا فَتَحْصُلُ لَهُ بِشَهْرِ رَمَضَانَ وَهُوَ ثَلَاثُونَ يَوْمًا بِثَلَاثِمِائَةِ حَسَنَةٍ وَبِسِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ سِتُّونَ حَسَنَةً، وَذَلِكَ عَدَدُ أيام السنة
Sesungguhnya Alloh Ta'ala menganugerahkan kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Maka Satu bulan Romadlon yaitu tiga puluh hari menghasilkan kebaikan berupa 300 kebaikan, dan 6 hari dari bulan Syawal dengan 60 kebaikan. Dan yang demikian itu bilangan hari dalam setahun [Abul Hasan Al Mawardi (w. 450 H) Al Hawi Al Kabir].

PUASA SYAWAL MENURUT 4 MADZHAB


Hukum dan tata cara pelaksanaan Puasa Syawal menurut pendapat dari ulama 4 madzhab sebagai berikut:

1. Puasa Syawal Menurut Madzhab Syafi'iyyah dan Sebagian Ulama Hanabilah


Madzhab Syafi'iyyah dan sebagian ulama dari kalangan Madzhab Hanabilah berpendapat bahwa puasa 6 hari di bulan Syawal hukumnya sunnah berdasarkan hadis dari Imam Muslim di atas. Menurut Madzhab ini, puasa 6 hari di Bulan Syawal lebih afdhol dilaksanakan mulai tanggal 2 Syawal sampai dengan 7 syawal, berturut-turut/berkesinambungan tanpa terputus hari yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk bersegera dalam beribadah tanpa menunda-nunda. Jika ditunda-tunda dikhawatirkan akan ada halangan semisal sakit, hamil, menyusui, meninggal dunia, atau sebab yang lain.

Imam Nawawi (Syafi'iyyah) berkata mengenai kesunnahan puasa Syawal sebagai berikut:

فِيهِ دَلَالَةٌ صَرِيحَةٌ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَدَاوُدَ وَمُوَافِقِيهِمْ فِي اسْتِحْبَابِ صَوْمِ هَذِهِ السِّتَّةِ
Di dalam hadis ini terdapat dalil yang jelas bagi madzhab Syafi'iyyah, Imam Ahmad (bin Hanbal), Dawud, dan dan yang sepakat mengenai kesunnahan berpuasa 6 hari ini (di bulan Syawal) [Imam Nawawi (w. 676 H), Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj].
Sedangkan Ibnu Qudamah dari kalangan Hanabilah berkata:

وَجُمْلَةُ ذَلِكَ أَنَّ صَوْمَ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ مُسْتَحَبٌّ عِنْدَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ
Kesimpulan dari hal tersebut adalah bahwa sesungguhnya puasa 6 hari dari bulan Syawal adalah sunnah/mustahab menurut pendapat mayoritas ahli ilmu [Ibnu Qudamah Al Maqdisi Al Hanbali (w.620), Al Mughni].

2. Puasa Syawal Menurut Madzhab Hanabilah


Menurut pendapat madzhab Hanabilah, puasa 6 hari di bulan Syawal tidak ada ketentuan dilaksanakan mulai dari tanggal 2 Syawal. Menurut mereka juga tidak harus dilaksanakan secara berturut-turut. Asalkan dilaksanakan dalam bulan Syawal, maka sudah mendapatkan kesunnahan. Selain itu juga tidak ada perbedaan (tidak ada yang lebih afdhol) apakah dilaksanakan di awal bulan, pertengahan bulan, akhir bulan, berturut-turut ataupun tidak.

Madzhab Hanabilan berpendapat bahwa orang yang tidak berpuasa di bulan Romadlon maka tidak disunahkan untuk melakukan puasa 6 hari di bulan Syawal.

3. Puasa Syawal menurut Madzhab Hanafiyah


Menurut pendapat madzhab Hanafiyah, puasa 6 hari selama bulan Syawal justru lebih utama untuk dilaksanakan secara tidak berturut-turut. Menurut pendapat mereka, puasa Syawal hendaknya dilaksanakan 1 pekan hanya 2 hari puasa.

Sebagian ulama Hanafiyah ada juga yang berpendapat bahwa puasa Syawal hukumnya makruh jika ada kekhawatiran puasa ini dianggap sebagai bagian dari puasa Romadlon. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu 'Abidin Al Hanafi:

قَالَ صَاحِبُ الْهِدَايَةِ فِي كِتَابِهِ التَّجْنِيسُ: إنَّ صَوْمَ السِّتَّةِ بَعْدَ الْفِطْرِ مُتَتَابِعَةً مِنْهُمْ مَنْ كَرِهَهُ وَالْمُخْتَارُ أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ لِأَنَّ الْكَرَاهَةَ إنَّمَا كَانَتْ لِأَنَّهُ لَا يُؤْمَنُ مِنْ أَنْ يُعَدَّ ذَلِكَ مِنْ رَمَضَانَ فَيَكُونَ تَشَبُّهًا بِالنَّصَارَى وَالْآنَ زَالَ ذَلِكَ الْمَعْنَى اهـ
Berkata pemilik Al Hidayah dalam kitabnya At Tajnis: sesungguhnya puasa 6 hari sesudah idul fitri yang mengikutinya, di antara mereka ada yang memakruhkan. Dan pendapat yang dipilih adalah bahwa sesungguhnya (puasa 6 hari tersebut) tidak apa-apa karena sesungguhnya yang makruh itu jika ia tidak aman dari menganggap bahwa hal tersebut merupakan bagian dari Romadlon, maka yang demikian itu menyerupai orang-orang nashrani, dan sekarang hal tersebut sudah hilang [Ibnu 'abidin Al hanafi (w. 1252 H, Raddul Muhtar ‘alad Durril Mukhtar]
Ibnu 'abidin menambahkan:

وَمِثْلُهُ فِي كِتَابِ النَّوَازِلِ لِأَبِي اللَّيْثِ وَالْوَاقِعَاتِ لِلْحُسَامِ الشَّهِيدِ وَالْمُحِيطِ الْبُرْهَانِيِّ وَالذَّخِيرَةِ؛ وَفِي الْغَايَةِ عَنْ الْحَسَنِ بْنِ زِيَادٍ أَنَّهُ كَانَ لَا يَرَى بِصَوْمِهَا بَأْسًا وَيَقُولُ كَفَى بِيَوْمِ الْفِطْرِ مُفَرِّقًا بَيْنَهُنَّ وَبَيْنَ رَمَضَانَ اهـ وَفِيهَا أَيْضًا عَامَّةُ الْمُتَأَخِّرِينَ لَمْ يَرَوْا بِهِ بَأْسًا.
Dan demikian juga di dalam kita An Nawazil karangan Ibnu Laits, Al Waqi'at karya Al Husam Asy Syahid, Al Muhith Al Burhaniy, dan Adz Dzakhiroh. Dan di dalam Al Ghoyah dari Al Hasan bin Ziyad sesungguhnya ia berpendapat ia tidak apa-apa melakukan puasa tersebut dan ia berkata cukuplah dengan Idul Fitri sebagai pemisah antara 6 hari tersebut dengan Romadlon. Dan demikian juga pendapat Ulama mutaakhirin yang berpendapat tidak apa-apa.[Ibnu ‘Abidin, Raddul Muhtar].

4. Puasa Syawal menurut Madzhab Malikiyah


Menurut Madzhab Malikiyah, puasa syawal 6 hari hukumnya makruh jika dilaksanakan mulai tanggal 2 Syawal dan dilaksanakan secara berturut-turut sampai dengan tanggal 7 Syawal.

Ibnu Rusyd, ulama dari kalangan Malikiyah, dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid berkata:

إِلَّا أَنَّ مَالِكًا كَرِهَ ذَلِكَ، إِمَّا مَخَافَةَ أَنْ يُلْحِقَ النَّاسُ بِرَمَضَانَ مَا لَيْسَ فِي رَمَضَانَ، وَإِمَّا لِأَنَّهُ لَعَلَّهُ لَمْ يَبْلُغْهُ الْحَدِيثُ أَوْ لَمْ يَصِحَّ عِنْدَهُ وَهُوَ الْأَظْهَرُ
hanya saja Imam Malik memakruhkan hal itu, ada kalanya khawatir orang-orang akan menggabungkannya dengan Romadlon apa-apa yang bukan Romadlon. Dan ada kalanya sesungguhnya hadis mengenai hal ini belum sampai kepada beliau atau belum ada hadis shahih menurut beliau, dan inilah pendapat yang paling jelas. [Ibnu Rusyd (w. 595 H), Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid].
 Selanjutnya dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah disebutkan:

وَاسْتَحَبَّ مَالِكٌ صِيَامَهَا فِي غَيْرِهِ خَوْفًا مِنْ إِلْحَاقِهَا بِرَمَضَانَ عِنْدَ الْجُهَّال
Imam Malik mensunnahkan puasa tersebut (6 hari Syawal) jika tanpa kekhawatiran dari menggabungkan dengan Romadlon bagi orang-orang yang jahil.
Selain itu, Imam Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya Al Istidzkar berkata:

وَذَكَرَ مَالِكٌ فِي صِيَامِ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ أَنَّهُ لَمْ يَرَ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالْفِقْهِ يَصُومُهَا، قَالَ وَلَمْ يَبْلُغْنِي ذَلِكَ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ
Imam Malik menyebutkan mengenai puasa 6 hari sesudah Idul Fitri, sesungguhnya belia tidak pernah melihat seorangpun dari ahli ilmu dan fiqih berpuasa 6 hari tersebut, beliau juga berkata: tidak ada satu riwayat pun yang sampai kepadaku tentang hal tersebut dari salah satu ulama salaf.
 Dilanjutkan dalam Al Istidzkar:

وَإِنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ ذَلِكَ وَيَخَافُونَ بِدْعَتَهُ وَأَنْ يُلْحِقَ بِرَمَضَانَ مَا لَيْسَ مِنْهُ أَهْلُ الْجَهَالَةِ
dan sesungguhnya ahli ilmu memakruhkan hal tersebut (puasa 6 hari syawal) dan khawatir kebid'ahannya, dan (khawatir) kalau orang-orang jahil menggabungkannya dengan Romadlon apa-apa yang bukan bagian darinya (Romadlon).

Madzhab Malikiyah juga berpendapat bahwa puasa 6 hari tersebut juga disunnahkan di bulan Dzul Hijjah.

Referensi:
1. Ust. Ahmad Zarkazih, Lc: Puasa Syawal hukumnya makruh, benarkah?
2. digiumm.com: puasa syawal menurut 4 madzhab
3. Tajun Nashr: Puasa Syawal: Apa dan Bagaimana
4. Ust. Ahmad Sarwat, Lc: Puasa Syawal Haruskah Berturut-turut

Romeltea Media
Kajian Islami Updated at:
Get Free Updates:
*Please click on the confirmation link sent in your Spam folder of Email*

1 comments so far. What are your thoughts?

  1. Online Casino UK ᐈ Review & Rating + 100 FS | Lucky Club
    Online Casino UK · 1. The Grand Mondial Casino · 2. Horseshoe Casino · 3. Isle of Man Casino · 카지노사이트luckclub 4. Great Britain's Horseshoe · 5. Grand Mondial · 6. Royal

    ReplyDelete

 
back to top